Bencana
akibat kecerobohan dan sekedar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek
sebetulnya telah terjadi sejak lama dan bahkan sejak awal peradaban manusia.
Sebagai contoh: punahnya manusia purba di Mesopotamia diyakini oleh para ahli
karena lingkungan hidup yang rusak , penyakit minamata dan itai-itai di Jepang
tahun 1950-an akibat pencemaran air di teluk Minamata karena limbah industri/
pertambangan yang mengandung air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), meluasnya
penyakit malaria seiring meluasnya penggunaan pestisida. Pada awalnya kesadaran
untuk menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup hanya terbatas pada
negara-negara industri yang di satu sisi menghasilkan keuntungan ekonomi tetapi
di sisi lain ternyata industri juga menghasilkan limbah yang sangat merugikan
bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Limbah yang merugikan bagi kehidupan
manusia tidak hanya berasal dari industri tetapi juga dari rumah tangga.
Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk potensi pencemaran akibat limbah
rumah tangga semakin tinggi. Hal ini dipicu oleh pengerukan sumber daya alam
oleh berbagai oknum yang berujung pada peningkatan kesejahteraan hidup
segelintir orang.
Menurut saya, masalah kependudukan di Indonesia pada masa kini tidak lagi seperti dahulu dengan anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki. Keluarga modern menyadari bahwa anak adalah anugrah yang harus dijaga dan dirawat, sehingga lebih baik memiliki 1 atau 2 orang anak dibandingkan dengan banyak anak. Kesadaran ini perlu didukung agar mengispirasi kelurga yang lain sehingga masalah kependudukan dapat terbendung.
Kependudukan (Tanggapan)
Read User's Comments(0)
Kelangkaan Air Bersih Akibat Kerusakan Sumber Daya Alam (Tanggapan)
Studi Kasus
Lebih dari sepertiga
penduduk dunia tak tercukupi kebutuhannya akan air bersih, baik untuk air minum maupun sanitasi.
WHO menetapkan jumlah minimun air
bersih yang harus tersedia untuk hidup sehat adalah 2000 m3 per
orang per tahun. Sekitar 40 negara di dunia ada di bawah angka tersebut. Wilayah Indonesia sendiri juga mengalami
kondisi kekurangan air, khususnya daerah di pulau Jawa. Data dari data Bappenas
tahun 2006, pulau jawa berada dalam kondisi kritis air. Jakarta merupakan salah satu kota yang
tidak dapat memenuhi ketersediaan air bersih untuk warganya.
Dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, tidak ada satupun yang dapat
dikonsumsi sebagai air
bersih. Satu-satunya sumber air
bersih di Jakarta adalah Waduk Jati Luhur.
Menurut saya, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mendaur ulang air yang ada. Alat yang dapat digunakan untuk mendaur ulang air bersih menjadi air kotor sangat mudah dengan menggunakan kerikil, sabut kelapa, karbon, dll. Walaupun terlihat sederhana, tetapi apabila setiap keluarga memiliki setidaknya 1 alat seperti itu maka dipastikan tiap orang mendapatkan air bersih. Penyuluhan kembali menjadi solusi yang tepat terhadap hal ini.
Asas Pengetahun Lingkungan (Tanggapan)
Permasalahan pengelolaan sampah di
kota Bandung
Sampai saat ini pemerintah daerah kota Bandung masih
terus berinovasi mencari solusi menangani permasalahan sampah. Permasalahan ini
menjadi krusial karena ada kemungkinan Bandung menjadi “kota sampah” terulang kembali.
Ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan yang dapat menyebabkan
terulang kembalinya Bandung lautan sampah. Permasalahan yang dapat menyebabkan
Bandung kota sampah jilid kedua antara lain:
a. Kesadaran
masyarakat Bandung yang masih rendah sehingga, dengan tingkat kesadaran
tersebut memberikan dampak yang indikatornya adalah produksi sampah kota
Bandung terus meningkat dari 7500M3/hari menjadi 8418M3/hari.
b. Kemampuan
pelayanan PD kebersihan kota Bandung yang terbatas. Kemampuan pelayanan
penangganan sampah sampai saat ini oleh PD kebersihan masih belum optimal, hal
tersebut terbukti lembaga ini hanya dapat melayani pengelolaan sampah hanya
sekitar 65%.
c. Sampah
organik merupakan komposisi terbesar dari sampah kota Bandung. Permasalahan
yang terjadi sampah yang dibuang masyarakat tidak memisahkan antara sampah
organik dan non organik.Hal tersebut menyebabkan pengelolaan sampah menjadi
lebih sulit dan tidak efesien.
d. Lahan
TPA yang terbatas. Luas daerah kota Bandung 16730 ha, hal tersebut menyebabkan
tempat penampung sampah akhir yang berada di kota Bandung sangat terbatas. Hal
tersebut mengakibatkan lokasi penampung harus ekspansi melalui kerja sama
dengan pemerintahan daerah tetangganya. Permasalahan koordinasi merupakan
permasalahan utama, apalagi kalau ada konflik dimasyarakat.
e. Penegakan
hukum (law inforcement) tidak konsisten. Pemerintah kota Bandung dan
DPRD kota Bandung telah mengeluarkan kebijakan yaitu Undang-undang No 11 tahun
2005: perubahan UU No 03 tahun 2005 Tentang penyelenggaraan ketertiban,
kebersihan dan keindahan. Pada undang-undang tersebut diatur mengenai
pengelolaan sampah dan sanksi-sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya. Akan
tetapi undang-undang tersebut tidak dilaksanakan tidak konsisten.
Menurut saya terhadap permasalahan yang ada yaitu pengelolaan sampah di kota Bandung yang begitu kompleks karena keterbatasan lahan dan kurangnya pengertian masyarakat terhadap lingkungan adalah dengan cara membuat sebuah perundang-undangan tegas. Undang-undang tersebut harus tegas dengan konsekuensi pembuangan sampah yang berhubungan dengan limbah rumah tangga yang banyak di kota Bandung. Sanksi dapat dibuat membayar denda dengan pengawasan terhadap berjalannya sanksi, dpaat dari tingkat rt, atau rw karena dinilai lebih dekat dengan masyarakat. Denda tersebut digunakan untuk mengelola sampah dengan sesuatu yang baik, seperti pendaur ulangan, dan pemakaian ulang. Selain itu, penyuluhan pemilahan sampah sebaiknya dilakukan, karena hal seperti ini terkadang luput dari perhatian masyarakat karena dianggap terlalu sepele dalam pengerjaannya, tetapi hal tersebut justru sangat dibutuhkan sebagai awal pengertian terhadap lingkungan.
PENGETAHUAN LINGKUNGAN (INDUSTRI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA)
PENGETAHUAN
LINGKUNGAN
(INDUSTRI
DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA)
Disusun Oleh:
Nama/
NPM : 1. Gangsar Novianto / 32410959
2. Nur Ihsan Arifin / 35410131
3. Rizal Maolana / 36410095
4. Ruth Giovany / 36410288
Kelas : 3ID03
Dosen : Aria Kusumadiyanto
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Revolusi industri yang
bermula dari ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1765 di Eropa
membangkitkan semangat pelaku industri untuk terus berkembang. Hal tersebut
ditandai dengan pesat kemajuan mesin-mesin industri. Mesin-mesin industri
digunakan untuk menunjang segala pekerjaan yang ada di dalamnya. Kemajuan
teknologi dalam dunia perindustrian memiliki kaitan dengan lingkungan yang ada.
Mesin yang diharapkan dapat membantu dan meringakan pekerjaan para operator
disadari memiliki dampak yang tidak baik terhadap lingkungan. Pelaku industri
terkadang melupakan dampak dari industri yang dihasilkan dari begitu banyak
alat dan tentunya bahan yang mereka gunakan dalam melakukan produksi. Limbah,
kebisingan, kesalahan prosedur dalam mengelola sumbar daya yang digunakan oleh
pelaku indsutri tersebut kemudian mulai menyatu dengan lingkungan yang berada
di sekitar industri tersebut. Peristiwa tersebut akan berlanjut kepada
ketidakseimbangan alam yang disebabkan oleh kelalaian pelaku industri.
Munculnya isu-isu
tentang lingkungan belakangan ini menyadarkan pelaku industri untuk mulai
peduli terhadap lingkungan dan bukan hanya mementingkan keuntungan dan
mengorbankan pihak yang tidak bersangkutan terhadap segala macam kegiatan
industri. Industri sudah harus pintar dalam mengelola dampak dari kegiatan
industri yang dihasilkan, dengan masyarakat dan pemerintah menjadi pengawas
dalam pelaksanaannya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dalam sebuah negara
mulai mengatur perbaikan ini dan memberikan lingkungan yang layak terhadap
masyarakat yang ada. Standar yang diberikan oleh dunia internasional untuk mulai
membenahi industri agar sesuai dengan kriteria yang ada adalah ISO 9000.
Standar ini mulai mengatur mutu yang dimiliki oleh sebuah produk dengan
kriteria yang ditentukan bahwa industri harus memperbaiki sistemnya sehingga
ramah lingkungan dan kehidupan dari banyak orang lebih terjaga. Semua orang
bergantung pada lingkungan dimana mereka berada untuk melanjutkan kehidupannya,
maka dengan pertimbangan tersebut diharapkan seluruh industri mengikuti standar
ISO 9000.
BAB
II
STUDI
PUSTAKA
2.1 Pengertian Industri
Indusrti merupakan
suatu sistem yang merupakan perpaduan antara subsistem fisis maupun non fisis (manusia). Industri dalam
artian yang luas merupakan suatu usaha di bidang ekonomi yang bersifat
produktif. Sedangkan dalam artian yang sempit, industri merupakan suatu usaha
yang sifatnya mengubah dan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau
setengah jadi (Repository, Universitas Pendidikan Indonesia).
Berdasarkan pngertian
di atas, maka industri merupakan bagian yang berkaitan dengan proses produksi,
yaitu suatu kegiatan yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi
atau bahkan barang jadi yang memiliki nilai tambah. Definisi mengenai industri
sangatlah luas, yakni menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi
yang sifatnya produktif dan komersial.
2.2 Konsep dan Tujuan Kegiatan Industri
Suatu konsep kegiatan industri atau yang
dikenal dengan istilh industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada
pertengahan abad ke-18 di Inggris. Revolusi industri ini ditandai dengan
penemuan metode baru untuk permintalan, dan penemuan kapas yanng mencipatakan
spesialisasi dalam produksi, seta peningkatan produktivitas dari faktor
produksi yang digunakan.
Sejarah ekonomi duniai
menunjukan bahwa industrialissi merupakan suatu proses interasksi antara
pengemebangan teknologi, inovasi, spesialisasi, produksi, dan perdagangan
anatarnegara, yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat mendorong perubahan struktur ekonomi dibanyak negara, dari yang
tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Pengalaman di hampir
semua negara menunjukan bahwa indutrialisasi sangat perlu karena menjamin
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hanya beberapa Negara dengan penduduk
sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai
pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
2.3 Klasifikasi Industri
Industri
merupakan suatu kegiatan ekonomi yang sangat luas, berdasarkan hal tersebut
maka idak dapat dipungkiri lagi bahwa industri memiliki begitu banyak macam
disetiap peloksok dunia. Sama halnya dengan cara begitu banyaknya macam-macam
industri di dinia ini, cara pengelompokkan industri juga berbeda-beda akan
tetapi pada hakihatnya, pengelompokan industri dapat didasarkan pada jenis
bahan bakunya, tenaga kerjanya, pangsa pasar, modal, jenis teknologi yang
digunakan dan lain sebagainya. Berikut ini merupakan pengelompokan atau
klasifikasi dari industri.
1. Berdasarkan
bahan baku yang digunakan.
Setiap perusahaan tentunya
menggunakan bahan baku yang berbeda-beda tergantung dari produk yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut. Maka berdasakan bahan bakunya industri digolongkan
menjadi:
a.
Industri ekstraktif, yaitu suatu jenis industri
yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam, contohnya adalah pertanian,
peternakan dan pertambangan dan lain sebagainya.
b.
Industri nonekstraktif, yaitu industri
yang mengolah lebih lanjut hasilhasil industri lain, contohnya adalah industri
kayu lapis dan industri kain.
c.
Industri fasilitatif, yakni suatu jenis
industri yang menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain, contohnya adalah
perbankan, perdagangan, pariwisata dan
lain sebagainya.
2. Berdasarkan
tenaga kerjanya.
Jumlah
tenaga kerja untuk setiap perusahaan atau industri tentunya berbeda-beda sesuai
dengan skala industri untuk perusahaan tersebut seperti:
a. Industri
kecil, sering disebut dengan industri rumahan, yakni memiliki modal yang
relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Tenaga kerja yang digunakan pada skala industri ini umumnya
berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, contohnya adalah industri genteng,
industri batubata, dan industri pengolahan rotan dan lain sebagainya.
b. Industri
sedang, yaitu industri yang memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja
memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan
manajerial tertentu dan umumnya menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99
orang, contohnya adalah industri konveksi, industri bordir, dan lain sebagainya.
c. Industri
besar, yaitu industri yang memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif
dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus,
dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and
profer test). Umunya, tenaga kerja yang digunakan lebih dari 100 orang,
contohnya adalah industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat
terbang dan lain sebagainya.
3. Berdasarkan
produk yang dihasilkan, industri dikelompokan menjadi:
a.
Industri primer, yaitu industri yang
menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut dimana
barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan
secara langsung, contohnya adalah industri pakaian serta industri makanan dan
minuman.
b.
Industri sekunder, yaitu industri yang
menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut,
contohnya adalah industri industri baja, dan industri tekstil.
c.
Industri tersier, yaitu industri yang
hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan
baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang
dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Contohnya adalah perbankan
dan pariwisata.
4.
Berdasarkan proses produksi yang
diterapkan, industri dikelompokan menjadi:
a. Industri
hulu, yakni suatu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk
kegiatan industri yang lain.
b. Industri
hilir, yakni suatu jenis industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen.
5.
Berdasarkan modal yang digunakannya,
dapat dibedakan menjadi:
a. Industri dengan penanaman modal
dalam negeri, dimana suatu industri memperoleh dukungan modal dari pemerintah.
Umumnya pemerintah menyediakan modal untuk industri dengan skala kecil.
b. Industri
dengan penanaman modal asing, yaitu industri yang modalnya berasal dari
penanaman modal asing.
c. Industri
dengan modal patungan (join venture).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan
Industri
Terdapat
beberapa factor yang mempengaruhi keberadaan industri di suatu daerah, termasuk
faktor geografi juga ikut mempengaruhinya. Berikut ini merupakan factor-faktor
yang memepengaruhi keberadaan suatu industri (Repository, Universitas
Pendidikan Indonesia).
1. Faktor
sumber daya alam, terdiri dari:
a.
Bahan mentah
b.
Sumber energy
c.
Penyediaan air
d.
Iklim dan bentuk lahan
2. Factor
sosial, terdiri dari:
a.
Penyediaan tenaga kerja
b.
Kemampuan teknologi
c.
Kemampuan organisasi
3. Factor
ekonomi, terdiri dari:
a.
Pemasaran
b.
Transportasi
c.
Modal
d.
Nilai dan harga lahan
4. Factor
kebijakan pemerintah setempat.
2.5 Lokasi Suatu Industri
Lokasi
suatu industri sangatlah penting dan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan kelangsungan hidup suatu proses produksi khususnya. Penentuan lokasi
haruslah tepat dengan tujuan utamanya yaitu untuk memperbesar keuntungan dengan
meminimalisasikan biaya yang dikeluarkan. Penentuan suatu lokasi industri
tentunya harus dapat memepertimbangkan:
1. Factor
endowment seperti lahan, tenaga dan
modal
2. Pasar
dan harga
3. Bahan
baku dan energy
4. Keterkaitan
antar industri dan penghematan yang ekstrem
5. Kebijakan
pemerintah pada suatu lokasi yang bersangkutan
6. Biaya
angkutan
BAB
III
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
Pencemaran lingkungan yang dilakukan
oleh perusahaan banyak terjadi di Indonesia. Salah satu masalah pencemaran
lingkungan yang hingga kini belum selesai permasalahannya adalah bencana lumpur
lapindo. Pencemaran ini dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 29 Mei 2006. Selama tiga bulan Lapindo Brantas
Inc, yang merupakan anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk, melakukan
pengeboran vertikal untuk mencapai formasi geologi yang disebut Kujung pada
kedalaman 10.300 kaki. Sampai semburan lumpur pertama itu, yang dalam dunia
perminyakan dan gas disebut blow out, telah dicapai kedalaman 9.297 kaki
(sekitar 3,5 kilometer). Kedalaman ini dicapai pukul 13.00 dua hari sebelum blow
out. Sesuai kelaziman pada pengeboran di kedalaman tersebut, lumpur berat
masuk pada lapisan, disebut loss, yang memungkinkan terjadinya tekanan
tinggi dari dalam sumur ke atas atau kick, antisipasinya menarik pipa
untuk memasukkan casing yang merupakan pengaman sumur. Penarikan pipa
hingga 4.241 kaki, pada 28 Mei, terjadi kick.
Penanggulangan ini adalah dengan penyuntikan lumpur ke dalam sumur. Ternyata
bor macet pada 3.580 kaki, dan upaya pengamanan lain dengan disuntikan semen.
Bahkan pada hari itu dilakukan fish, yakni pemutusan mata bor dari pipa
dengan diledakan. Peristiwa yang terjadi adalah semburan gas dan lumpur pada
subuh esok harinya.
Kasus lumpur panas Lapindo hingga
kini belum terselesaikan karena PT. Lapindo Brantas belum menyelesaikan masalah
ganti rugi terhadap para korban dan lumpur yang hingga kini terus menerus
keluar. Pihak PT. Lapindo Brantas seharusnya menyelesaikan masalah ganti rugi
kepada korban, karena banyaknya kerusakan yang disebabkan oleh lumpur tersebut.
Penyelesaian yang harus segera dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas adalah
bagaimana menyusun kembali struktur yang ada dalam perusahaan untuk membuat
sebuah tim untuk menyelidiki dan menghentikan luapan lumpur yang terus terjadi
hingga kini. Kerusakan lingkungan sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari para
pelaku industri PT. Lapindo Brantas.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Repository, Universitas Pendidikan
Indonesia,
Langganan:
Postingan (Atom)